SALIRA TV | KOTA BANDUNG, JAWA BARAT – Aroma rempah dan cita rasa khas nusantara kembali menguar di jantung Kota Bandung dalam gelaran Festival Bandung Nyuanki 2025, yang berlangsung pada Sabtu-Minggu, 19–20 Juli 2025, di area parkir Balai Kota Bandung, tepatnya di Taman Dewi Sartika.
Festival kuliner tahunan ini menjadi magnet bagi para penggemar jajanan legendaris, terutama hidangan cuanki, sajian berkuah yang sudah melekat dalam identitas kuliner masyarakat Jawa Barat. Ratusan pengunjung memadati lokasi sejak pagi hari, terlebih karena adanya program “Serbu Cuanki Gratis” yang hanya berlaku bagi tujuh orang pertama yang hadir sebelum pukul 09.00 WIB.
Waktu kunjungan dibagi menjadi dua sesi: pada hari Sabtu mulai pukul 07.00 hingga 15.00 WIB, dan pada Minggu dari pukul 07.00 hingga 12.00 WIB. Selain menikmati aneka cuanki dari berbagai penjaja ternama, para pengunjung juga disuguhi pertunjukan musik secara langsung dari talenta lokal Kota Bandung, menghadirkan nuansa meriah dan kekeluargaan sepanjang acara.
Cuanki, yang kini menjadi salah satu ikon kuliner Jawa Barat, menyimpan sejarah panjang dan menarik. Meski namanya terdengar menyerupai bahasa Tionghoa, hidangan ini justru lahir dari perpaduan budaya antara masyarakat lokal Cirebon dengan para perantau Tionghoa pada abad ke-16.
Menurut sejumlah catatan lisan, seorang pedagang Tionghoa yang menetap di Cirebon menikahi perempuan setempat dan mengembangkan resep makanan berkuah yang menggabungkan unsur dimsum (tim sam) dengan bahan-bahan khas lokal. Dari kolaborasi tersebut, lahirlah menu berbasis tahu dan bakso yang kemudian diberi nama “Bakso Tahu Kuah Choan Kie,” diproduksi di wilayah Cimahi dan dipasarkan di Kota Bandung.
Kata “Cuanki” sendiri dipercaya berasal dari akronim “Cari Uang Jalan Kaki”, mengacu pada cara tradisional penjualannya, yakni dipikul berkeliling kampung. Namun, secara historis, nama itu merupakan pelafalan dari “Choan Kie”, yang dalam bahasa Tionghoa berarti “rezeki”.
Pada era 1980-an, sejumlah mantan pegawai usaha Choan Kie mulai memproduksi cuanki secara mandiri. Mereka melakukan inovasi dengan mengganti bahan daging babi dan minyak hewani dengan ikan tenggiri, sehingga bisa diterima oleh masyarakat lebih luas.
Seiring waktu, cuanki berkembang pesat dan menjadi alternatif favorit selain bakso atau mi ayam. Kehadirannya kini bukan hanya sekadar makanan jalanan, melainkan juga bagian dari warisan kuliner yang mencerminkan akulturasi budaya dan ketekunan ekonomi rakyat kecil.
Bagi para pencinta kuliner yang ingin menyelami sejarah dan cita rasa, mencicipi cuanki di Bandung bukan sekadar pengalaman makan—melainkan perjalanan rasa yang sarat makna budaya.
Dari Kota Bandung, Jawa Barat, Reporter Kuswandi mengabarkan untuk Salira TV.